Masa Depan Pulau Rempang: Menimbang Janji Investasi dan Hak Masyarakat Adat

Masa Depan Pulau Rempang: Menimbang Janji Investasi dan Hak Masyarakat Adat

0 0
Read Time:1 Minute, 3 Second

Rencana pengembangan Pulau Rempang sebagai “Rempang Eco-City” yang didukung investasi asing bernilai triliunan rupiah telah memicu konflik sosial yang tajam. Artikel ini menelaah benturan antara visi pembangunan ekonomi nasional, janji penciptaan lapangan kerja, dan hak-hak historis masyarakat adat yang telah mendiami pulau tersebut selama turun-temurun.

Proyek Rempang Eco-City diposisikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) yang akan menampung industri teknologi tinggi, termasuk pabrik kaca dan panel surya. Pemerintah menjanjikan ini akan menjadi motor penggerak ekonomi baru di kawasan Batam dan sekitarnya, menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan menempatkan Indonesia dalam rantai pasok global.

Namun, di balik janji investasi tersebut, terdapat 16 “kampung tua” yang dihuni oleh masyarakat Melayu adat. Mereka menghadapi ancaman penggusuran dari tanah leluhur mereka. Konflik memanas ketika terjadi bentrokan antara aparat dan warga yang menolak relokasi. Ini menyoroti masalah klasik pembangunan di Indonesia: hak atas tanah dan partisipasi publik yang sering diabaikan atas nama “kepentingan nasional”.

Kasus Rempang adalah ujian bagi komitmen negara terhadap hak asasi manusia dan hak masyarakat adat. Apakah pembangunan harus selalu berarti penggusuran? Solusi yang adil dan partisipatif, yang menghormati hak-hak warga tanpa harus mengorbankan investasi, sangat mungkin dicapai jika ada kemauan politik. Jika tidak, Rempang akan menjadi preseden buruk lainnya di mana rakyat kecil dikorbankan untuk proyek-proyek raksasa.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %