Shanghai – Industri otomotif, yang dikenal sebagai salah satu industri manufaktur paling intensif sumber daya, sedang berupaya mencapai keberlanjutan total dalam rantai pasok dan fasilitas produksinya. Fokus bergeser ke pembangunan pabrik nol emisi (zero-emission factories) dan implementasi sistem daur ulang closed-loop untuk baterai dan komponen kendaraan, sebagai upaya untuk mengurangi jejak karbon produksi (scope 1, 2, dan 3 emissions).
Konsep pabrik nol emisi melibatkan tiga pilar: energi terbarukan (penggunaan panel surya dan turbin angin on-site), efisiensi energi yang ekstrem, dan eliminasi limbah TPA (landfill waste). Pabrik-pabrik modern menggunakan AI dan IoT untuk memantau dan mengoptimalkan konsumsi energi pada setiap mesin dan proses, memastikan bahwa tidak ada energi yang terbuang sia-sia. Air yang digunakan dalam proses produksi diolah dan didaur ulang secara internal dalam sistem closed-loop.
Inovasi terpenting adalah sistem Daur Ulang Closed-Loop untuk material kendaraan. Karena EV membutuhkan sejumlah besar bahan mentah kritis (litium, kobalt, nikel), keberlanjutan tidak mungkin dicapai tanpa daur ulang baterai EV secara besar-besaran. Produsen otomotif kini bermitra dengan spesialis daur ulang untuk mengembangkan proses hidrometalurgi atau pirometalurgi yang efisien untuk mengekstrak dan memurnikan material baterai, yang kemudian dapat dimasukkan kembali ke dalam baterai EV baru.
Model daur ulang ini juga diperluas ke komponen bodi. Produsen semakin meminta baja dan aluminium daur ulang dari pemasok mereka, memprioritaskan pemasok yang menggunakan energi hijau dalam proses peleburan. Hal ini menciptakan “rantai pasok hijau” yang tidak hanya berkelanjutan tetapi juga lebih tahan terhadap fluktuasi harga komoditas primer global.
Secara keseluruhan, transisi ke manufaktur berkelanjutan menandai pengakuan bahwa produk otomotif harus bertanggung jawab atas seluruh siklus hidupnya. Pembangunan pabrik nol emisi dan sistem closed-loop yang efektif adalah bukti bahwa keberlanjutan bukan lagi biaya tambahan, melainkan standar operasional baru dan keharusan strategis untuk memastikan ketersediaan bahan baku dan memenuhi target iklim yang semakin ketat.